Maret 09, 2023

Melawan Takdir

Rasanya aku itu kembali ke masa-masa aku mencari jati diri ketika remaja.

Dua bulan terakhir, entah kenapa rasanya sangat rumit. Resah. Sedih. Marah. Gak berdaya. Semua campur aduk bikin diri ini gak enak dibawanya. Pernah ga sih kamu menjalani suatu hari, tapi kamu kaya ngelayang? Udah macam sundel bolong yang kerjaannya terbang dan hinggap di pohon. Rasanya kaya gitu, seperti gak napak ke bumi. Dua bulan terakhir pun jadi ajang aku memahami diri aku, yang awalnya ku pikir aku kenal diri aku, ternyata aku gak kenal. Banyak hal-hal yang bikin aku kaget tentang diri aku.

Aku pikir aku bisa melakukan banyak hal sendiri. Aku pun pikir kalau aku bisa meregulasi diri ini dengan lebih efektif dibandingkan orang lain. Ternyata aku salah. Besar. Ternyata aku seorang yang ambisius tapi rapuh. Udah kaya gedebog pisang, gak ada daya lentingnya untuk bisa bangkit kembali. Ini yang bikin aku kaget sih. Kok aku seperti ini!?

Rasa marah cukup banyak menyelimuti diri aku. Selanjutnya rasa kesal dan diikuti rasa tidak berdaya. Marah, kesal, dan tidak berdaya ini menjadi suatu kombinasi yang cukup... Apa ya... Mematikan? Kombinasi ini sedikit demi sedikit menggerogoti aku. Rambut rontok. Sakit fisik. Sulit tidur. Tidak berenergi.

Kombinasi ini jahat, menurutku. Pernah ga sih kamu merasa ga berguna barang sehari? Mungkin bisa jadi setiap hari kita merasa ga berguna hahaha. Tapi, ini lain. Serius. Selain mennggerogori akar rambut aku sehingga mereka gak bisa tumbuh lagi, pola tidur menjadi hal yang cukup signifikan. Ada masa di saat aku berpikir aku gak mau tidur karena aku takut melewatkan banyak hal. Hal itu yang membuat aku tetap terbangun sampai jam 3 pagi, bahkan pernah sampai jam 5.

Tidur menjadi 2 mata pisau. Di satu sisi, aku merasa tidur itu adalah sebuah kerugian karena akan banyak informasi yang akan aku lewatkan. Di sisi lain, tidur adalah satu hal yang sangat menyenangkan dalam satu hari, bisa lari dan bermimpi di luar apa yang sudah ditakdirkan untuk aku saat ini.

Ketika aku menulis ini, aku jadi terpikir, apakah sebenarnya aku sedang melawan takdir, ya? Ketika aku melawan, Tuhan aku memberikan aku kegundahan dan kegelisahan karena aku yang protes kepada apa yang udah Ia tuliskan? Gam tau sih. Ilmu agama aku tidak terlalu tinggi, jadi mungkin aja yang aku bilang tentang takdir itu salah.

Sungguh ini semua adalah suatu penderitaan. Aku merasa aku gak layak hidup. Gak bisa ngebahagiain orang tua. Merasa hidup kurang (karena banyak hal yang aku ekspektasikan bisa aku dapatkan dan capai ketika aku bekerja di ibukota). Di sisi lain, banyak yang bilang kalau hidup aku terlihat menyenangkan (berdasarkan Instagram Stories). Syukur lah kalau orang melihatnya seperti itu. Semoga tidak merusak harinya setiap selesai melihat postingan aku.

Kalau dikait-kaitin dengan 5 stages of grief, mungkin yang kemarin-kemarin itu aku ada di tahap denial dan angry bercampur. Sekarang aku lagi di tahap bargaining, dimana sedang mendari benefit dari apa yang aku jalani saat ini.

Aku marah karena banyak yang aku korbankan untuk berada di kota ini. Aku marah karena apa yang ekspektasikan tidak berjalan sesuai rencana.

Aku cuma ingin marah sama Tuhan aku. Tapi, apakah aku akan jadi manusia durhaka, ya?

Januari 26, 2023

Rehat

It's been a tough years.

Dua tahun terakhir berat. Tahun lalu aku sempat bilang kalau aku merasa mentally drained. Tahun kedua makin parah. Akhirnya, ku simpulkan kalau dua tahun terakhir memang berat.

Hari ini aku ngerasa di puncak keberatan itu.

Semua ini berat. Sampai aku merasa sangat kecewa sama hidup. Aku tahu, aku gak boleh nyalahin hidup, karena (secara agama) ya hidup itu anugerah. Tapi kalau berat seperti ini, apakah anugerah?

Tahun lalu, di saat aku meyakini hidup berat, aku menemukan satu hal yang membuat aku untuk bangkit lagi: olahraga. Aku bukan tipe orang maniak olahraga dari dulu. Waktu sekolah, kalau ada pelajaran olahraga, aku akan sesegera mungkin menyelesaikan pelajaran tersebut dan kembali ke kelas. Dasarnya aku gak suka berkeringat. Sampai titik dimana aku menikmati berkeringat.

Di Bandung. Kelas Body Balance menjadi titik balik aku menyukai berkeringat. Sejak saat itu, aku mulai mencoba banyak kelas: Body Combat, Zumba, Yoga, dan banyak kelas-kelas lainnya. Aku gak angkat beban karena aku ga berminat dan pernah suatu waktu aku pakai bonus free personal trainer satu pertemuan, berakhir aku rebahan di lantai gym dengan kaki mengangkat di atas gym ball. Selemah itu aku dengan olahraga yang menuntut endurance.

Dan ya, akhirnya aku kembali rutin berolahraga. Aku beli beberapa baju dan celana olahraga baru, dan mumpung diskon juga pada masanya. Aku sangat menyukai Yoga, karena bisa membuat aku menjadi lebih relax. Aku beli beberapa yoga mat, dari yang tipis dan tebal. Tidak sedikit aku merogoh kocek untuk membeli mat yang berkualitas tinggi (dan tentunya bermerk). Yoga menjadi salah satu pelarian hidupku saat itu, sampai aku rela bawa mat tebal setiap hari dari kosan, kantor, tempat gym, dan balik ke kosan. It was really fun. Aku bahkan merasa hal itu cukup dapat mengurangi kesedihan dan kelelahan aku secara mental.

Agustus 2022.

Entah kenapa berat badan aku naik dengan tajam. Enam bulan pertama, berat badanku stabil dan cenderung turun. Tapi, kenapa tiba-tiba naik signifikan di bulan ini? Aku agak khawatir. Aku kembali me-review apa yang aku makan, bagaimana cara olahragaku, dan sebagainya. Tapi, hasilnya nihil. Bulan selanjutnya, berat badanku naik dengan signifikan, sampai aku merasa kesulitan untuk melipat kaki.

September 2022.

Lengan kiriku terasa sakit. Sakit ini memang sudah terasa sejak aku di Bandung. Dulu aku pikir, "Ah, mungkin karena keseringan pake totebag bawa draft kasus atau textbook." Tapi, ternyata aku salah. Minggu itu, aku menangis tiap malam. Rasanya sakit. Linu. Aku ga bisa menggambarkan betapa rasanya aku ingin menangis dan teriak ketika aku dengan tidak sengaja menggerakkan tanganku tiba-tiba. Mengikuti kelas Yoga menjadi sebuah ketakutan karena biasanya setelah kelas Yoga, sakitnya akan makin terasa. Padahal aku yakin, aku tidak pernah memaksakan gerakan dan selalu memilih option termudah karena tujuan aku memang untuk olah raga, bukan untuk pamer pose di Instagram.

Aku memutuskan untuk mendatangi dokter spesialis syaraf di Rumah Sakit Borromeus. Ketika bertemu dokter, aku langsung bilang semua keluhan yang aku alami. Dokter cuma tersenyum dan melontarkan arahan, "Coba angkat tangan mana yang terasa sakit." Aku angkat tangan kiriku pelan-pelan. Dokter tersenyum dan menyuruhku untuk menurunkan tangan. Beliau langsung melontarkan hipotesis sementara kalau aku kebanyakan main handphone (dengan posisi menunduk). Jujur harus diakui kalau, ya benar, aku memang lebih sering bermain handphone. Apalagi sejak 2020 aku mengenal Mobile Legends. Selanjutnya aku diminta untuk melakukan rontgen di area leher untuk membuktikan dugaan sementara yang diberikan oleh dokter.

Hasil tidak berbohong. Dua ruas tulang leherku terdorong mundur (aku lupa, sepertinya nomor 4 dan 5). Dokter langsung mengambil handphonenya setelah melihat hasil rontgenku. Beberapa saat kemudian, beliau menunjukkan satu infografik terkait tulang leher. Di infografik tersebut dijelaskan ada berapa banyak ruas pada tulang leher dan apa efeknya jika terjadi "masalah".

Yup, telap. Ruas tulang yang "menonjol" itu berdampak pada area yang aku keluhkan. Di situ jujur rasanya sedih. Banget. Dokter kemudia bilang kalau perlu ada rontgen tambahan di area tulang punggung karena ada indikasi skoliosis, tapi tidak perlu saat itu dilakukan. Dokter memberikan resep obat racikan kepada ku, dengan harapan bisa meredakan sakit yang ku alami 

Aku tidak paham perobatan. Tapi, menurut netizen, obat-obat racikan aku ini akan punya dampak yang "powerful". Benar saja, tidurku semakin nyenyak dan ketika bangun aku merasa lebih segar. Di situ aku menemukan kebahagiaan meskipun sedikit. Satu masalahku selesai, begitu lah pikiranku saat itu. Tapi, sayangnya, aku harus mengurangi intensitas Yoga, karena setiap mengikuti kelas itu, selalu terasa sakit di area pundan dan belikat belakang. Entah kenapa untuk olah raga aerobik lain seperti Zumba, Body Combat, dan Body Jam tidak pernah terasa sakit setelahnya. Akhirnya aku relakan untuk mengurangi--dan akhirnya berhenti Yoga sampai saat ini.

November 2022.

Obat yang diberikan oleh dokter belum aku habiskan. Aku takut ketergantungan. Jadi ku minum 3 hari sekali. Di titik ini, berat badanku makin naik. Sudah naik 10 kg dibandingkan bulan Agustus.

Jujur, aku stress.

Kaos, kemeja, celana kain gak ada yang muat. Aku sempat beli 2 celana kain untuk mendukung kerja. Tapi, baru digunakan sebulan, sudah sempit. Padahal nomornya sudah dibeli yang dua ukuran lebih besar. Di sini aku makin stress. Dengan uang yang sangat terbatas, aku agak sedih karena harus mengeluarkan uang extra untuk pakaian.

Desember 2022.

Kaki sebelah kiri terasa sakit. Di bagian luar, entah dimana. Setiap habis jongkok atau duduk di antara dua sujud, ketika ingin bangun, rasanya "pedes". Sampai saat ini masih terasa, dan aku mqsih mencari apa penyebabnya. Sampai suatu ketika aku punya ketakutan untuk solat karena adanya perasaan sakit tersebut.

Januari 2023.

A LOT HAPPENING IN JANUARY.

Dari drama kerja sampai kehilangan anggota keluarga. Sebulan ini aku pun meninggalkan gym. Mungkin dari 31 hari di bulan Januari, aku cuma datang ke gym 2 kali. Tiba-tiba motivasi aku turun. Sering menangis. Marah. Moodku anjlok naik-turun seperti sedang naik rollercoaster. Aku sadar, dengan semua ini, sedikit demi sedikit akan "memakan" jiwaku. Sampai ketika aku lihat Instagram Stories salah satu teman, dimana dia masih menggunakan Goodreads.

Ketika melihat itu, aku jadi teringat kalau dulu aku cukup senang menggunakan aplikasi ini. Akhirnya aku pun memutuskan untuk membuka dan ada perasaan senang, meskipun tidak banyak. Dari situ, aku terpikir bahwa aku rasanya ingin kembali ke zona nyaman. Keluar zona nyaman sangat bagus untuk perkembangan diri, baik secara pengetahuan, pengalaman, dan karakter. Tapi, mungkin ini titik aku harus kembali.

Sebagai orang high achiever, membandingkan menjadi salah satu masalah yang bisa bikin stress sendiri. Dengan seringnya aku berada di media sosial, aku jadi banyak membandingkan.

Wah, orang ini olahraga badannya bagus.

Wah, dia kok udah buka praktik sendiri.

Wah, dia dapet kerjaan yang bagus.

Wah, dia udah bisa beli mobil baru.

Dsb.

Jujur, sedih. Apalagi banyak tuntutan lingkungan yang bikin aku selalu mengumpat, "Fuck you, lah." Dengan keadaan ekonomi dan lainnya di hidupku saat ini, aku rasa tidak bisa memenuhi ekspektasi. Aku gak bisa apa-apa. Orang tua selalu bilang, "Sabar. Yang penting kamu aman nanti pensiun." di saat aku mulai mengeluh tentang keadaan. Aku selalu balikin semua kata-kata itu, "Emangnya hidup buat pensiun aja? Hidup saat ini gimana? Rangga juga kan ingin punya barang-barang. Ongin punya rumah bagus. Tapi kalau cuma mikir pensiun aman tok, kok kaya sedih." Akhirnya malaikat Atid harus lembur untuk menuliskan dosa-dosa aku membantah orang tua. Malaikat Rokib kayanya langsung ambil cuti karena yakin aku gak akan melakukan hal terpuji dalam waktu dekat.

Balik ke zona nyaman.

Akhirnya aku merasa, sepertinya aku perlu kembali menjalankan rutinitas aku seperti dulu: baca buku, main game, dan nge-blog.

Sudah seminggu ini aku sibuk buat main game (Hey, akhirnya aku memutuskan untuk beli console gaming, yaitu Nintendo Switch, and it's really worth it), baca novel-novel receh, dan mencoba nge-blog. And here I am, writing the first blog after a long hiatus. To be honest, it feels so great, walaupun baru seminggu.

Ya, mungkin berada di Jakarta yang segalanya serba cepat bisa menaikan level diri kita, secara pribadi. Tapi, kembali ke zona nyaman untuk rehat juga perlu untuk menyiram kembali rohani kita agar bisa mempersiapkan pribadi kita untuk meraih level yang lebih tinggi.

Semoga kembali Istiqomah untuk sering blogging.

Jujur, aku kangen nulis kaya gini.

Dan doakan rehat aku ini berhasil. Kalau gak berhasil, aku gak tau harus apa lagi...