Beberapa bulan ini terasa semakin melelahkan.
Lebih banyak ke arah kecewanya sih. Dari pekerjaan, relasi dengan teman, relasi dengan yang terkasih, sampai dengan diri aku sendiri. Aku gak bisa memutuskan mana yang menjadi pangkal dari semua rasa tidak menyenangkan ini. Aku coba mengidentifikasi, tapi tidak berhasil. Ternyata konseling itu tidak bisa dilakukan sendiri ya hehe. Aku berniat sih untuk mencari pertolongan, tetapi aku merasa lelah. Aku gak tau apakah ini udah lampu kuning atau malah lampu merah, yang seharusnya udah mendapatkan "perawatan".
Ada hal yang paling menyesakkan. Aku rasa aku udah memberikan 100% usaha dan perhatianku. Tapi, ternyata gayung tidak bersamput, maka airnya yang bludak kemana-mana. Kenyataan pahit, yang sudah berjalan berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Selama ini aku denial aja merasa kalau itu semua biasa aja dan wajar. Tetapi, semakin diwajarkan, maka semakin tidak masuk akal. Ini udah sampai di titik batas kesabaran aku. Meskipun udah sampai titik batas, tapi aku masih dibaluti dengan rasa kasihan. Rasa kasihan ini yang selalu jadi oknum brengsek yang merepres semua perasaan marah dan kesal. Harusnya gak kaya gitu; Harusnya aku marah; Harusnya aku sembur dengan kata-kata tidak pantas; Harusnya aku hantam sampai lehernya geser, tetapi... Aku kembali ke setting-an default. Menerima dan menganggap hal itu wajar.
Wajar...
Wajar itu relatif. Wajar kalau bisa diwajarkan, tetapi menjadi tidak wajar kalau wajar ini dibiarkan tidak wajar. Serumit itu kepala aku. Kepala aku saat ini merespon dengan panas dan nyeri nyut-nyutan di sebelah kiri. Air mata rasanya tertahan gak bisa keluar karena ikut menahan nyeri ini sejak kemarin. Aku masih orang yang sama, gak bisa mengekspresikan emosi yang aku rasa. Aku cum bisa tarik nafas, buang nafas, dan mengulang hal itu. Sesekali aku lupa mengambil nafas, sampai aku harus membuka mulutku agar aku memastikan dapat mengambil kekurangan oksigen yang sebelumnya aku alami.
Aku gak tau harus apa. Aku capek. Aku sedih. Aku marah. Aku kesal. Aku benci. Aku merasa aku memang tidak layak untuk banyak hal. Aku adalah sebuah kegagalan. Aku lagi yang harus menanggungnya. Kalau gak aku, gak ada yang bisa menanggung ini. Apakah harus aku aja yang menanggung?
Kalau kamu baca ini dan kamu masih bingung, sama. Aku juga bingung dengan apa yang terjadi di dalam diri aku. Badanku makin panas. Aku yakin ini bukan demam. Ini soal emosi yang ga pernah bisa aku keluarkan. Mulutku tajam. Jariku juga. Aku bisa menghabisi orang sampai akarnya dengan mulut dan jariku, tapi aku gak mau melakukan itu. Dorongan alam bawah sadarku berkata, "Lakukan... Lakukan... Buktikan kalau kamu memang lebih layak!" Tapi, aku berpikir kalau aku melakukannya, aku akan sama rendahnya dengan mereka. Aku gak mau. Aku gak mau menurunkan harga diri, yang aku nilai sendiri, menjadi sama rendahnya dengan mereka. Aku berhak berada di derajat yang lebih tinggi dari mereka. Aku layak. Tapi, aku tidak pernah dinilai layak, sehingga aku rasa memang aku pantas aja di bawah. Pantas lebih rendah dari mereka semua. Aku capek. Udah, cuma itu aja yang aku rasa.
Inginnya aku gak merasa, tapi satu-satunya jalan untuk tidak merasa adalah kms, and that's not the options. I wanna see them suffer. It was such a long journey, and I don't wanna waste it.
Jadi, apakah ini kesepian? Perasaan hanya merasa sendiri dan hampa. Meskipun banyak hal-hal yang bisa aku lakukan, tapi aku ga menikmatinya. Bahkan kegiatan paling menyenangkan buatku dulu menjadi kegiatan yang menjadi mimpi burukku. Aku seperti gak mengenali diri aku. Apa ini semua karena mereka, yang membuat aku kehilangan identitas dan merasa tidak berharga serta berdaya? Is it the life worth living?
So, maybe, you'll see me a little bit often from now on. Because, I guess, I have to start writing again. Start shading people again, to make me feel less killing people in real life...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Menurutmu gimana?